BADUNG DALAM CIRI DAN IMPLEMENTASI

Puri-DenPasar-1900an-2 500

BADUNG DALAM CIRI DAN IMPLEMENTASI

Badung sebelum tahun 1906 merupakan sebuah kerajaan besar di wilayah Bali Selatan. Kini wilayah tersebut terbagi dalam dua wilayah kabupaten dan kota yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Walaupun demikian, penduduk di wilayah tersebut memiliki perbedaan dengan wilayah kabupaten lainnya di Bali. Kedua wilayah ini (sebut saja Badung) memiliki ciri (ceciren) yang dapat ditinjau dari dua pendekatan yaitu pendekatan Geografi dan pendekatan Demografi.

Pendekatan Geografi : Bahwa Badung pada masa keemasannya merupakan sebuah kerajaan besar yang membentang dari Desa Plaga di ujung utara sampai ke Desa Ungasan di kaki pulau bali. Wilayah ini sekarang terbagi dalam dua wilayah yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Wilayah ini menghasilkan kekayaan alam yang dapat digunakan sebagai bahan dasar bangunan maupun keperluan lainnya. Untuk keperluan bahan bangunan, wilayah ini menghasilkan batu bata merah, paras kerobokan, batu kapur dan karang laut. Batu bata merah digunakan untuk tembok atau penyengker tanpa adanya tambahan bahan lainnya. Batu bata biasa digunakan di daerah yang lokasinya jauh dari pantai. Untuk daerah yang dekat dengan pantai biasa menggunakan batu karang laut atau sering disebut “kaang tombong”. Khusus untuk daerah bukit ungasan, biasa menggunakan batu kapur yang diproduksi sendiri oleh masyarakat setempat dengan memotong batu kapur dengan ukuran tertentu. Batu padas “paras” hanya diproduksi di daerah kerobokan. Batu padas ini sangat keras. Biasanya digunakan sebagai bahan pondasi atau anak tangga.

Pendekatan Demogrfi : Kerajaan Badung bermula dari sebuah kerajaan kecil di daerah Kesiman dengan sebutan Kerajaan Kertelangu. Kerajaan ini dipimpin oleh dinasti I Gusti Ngurah Pinatih yang beristana di Puri Kertelangu (di balitex Tohpati sekarang). Perkembangan sejarah menyebabkan berpindahnya tampuk kekuasaan pemerintahan kerajaan ke dinasti Tegeh Kori yang bermula di daerah Tegeh Kori, Tonja sekarang, kemudian pindah ke daerah Satria dan istana terakhir di Tegal. Perpindahan pusat pemerintahaan kerajaan ini menyebabkan semakin luasnya wilayah kerajaan ke wilayah barat. Peristiwa sejarah menyebabkan perpindahan kekuasaan dari dinasti Tegeh Kori ke dinasti Jambe yang berpusat di Puri Alang Badung di daerah Suci sekarang. Pernikahan dinasti Jambe dengan seorang Putri dari Kerajaan Mengwi membawa emas kawin berupa wilayah mulai dari Desa Padang Luih sampai ke wilayah selatan “seluruh kaki Pulau Bali” serta pengikut “panjak” sanyak 500 kepala keluarga. Peristiwa sejarah menyebabkan wilayah Kerajaan Mengwi menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Badung. Hingga akhirnya wilayah Kerajaan Badung menjadi seluas Kabupaten Badung dan Kota Denpasar sekarang. Kerajaan Badung pun hancur dalam peristiwa Perang Puputan Badung. Penambahan wilayah dan perang Puputan Badung menyebabkan penduduk Badung (penduduk Kabupaten Badung dan Kota Denpasar) sangat lekat dengan Peperangan. Itu pula yang menyebabkan tumbuhnya jiwa-jiwa kesatria di seluruh masyarakat badung. Jiwa gagah dan berani untuk bertarung sebagai seorang ksatria, akhirnya menjadi identitas tersendiri bagi masyarakat Badung.

Dari dua tinjauan di atas dapat dimaknai bahwa jiwa gagah berani masyarakat Badung akan menempel pada seluruh simbul-simbuk kehidupan masyarakat Badung. Mulai dari penampilan busana sampai bangunan rumahnya. Busana “kampuh mekeber” sampai di dada dan “udeng Dara Kepek” merupakan cerminan dari jiwa gagah dan berani dari pemakainya. Tembok “penyengker” yang besar dengan bahan batu bata merah tanpa adanya bahan lain merupakan cerminan dari jiwa gagah dan berani dari pemiliknya. Demikian pula dengan bentuk dan hiasan “Patra” yang berbeda dengan daerah lain merupakan identitas “ceciren” dari masyarakat Badung. Menggunakan bahan bangunan yang ada di dalam negeri “dalam kerajaan Badung” merupakan cerminan terhadap kecintaan dan kebanggaan terhadap negeri sendiri.

Pura Satria

Pada jaman ini, identitas tersebut masih tersimpan dalam naluri masyarakat Badung dan Denpasar. Pada setiap kesempatan, bila situasi, kondisi serta dana mendukung, masyarakat di kedua wilayah ini akan kembali ke jati diri yang dituntun oleh nalurinya. Walaupun bahan bangunan tidak lagi mudah didapatkan di wilayah ini, namun kerinduan akan kejayaan masa lampau, akan menuntun masyarakat Badung dan Denpasar untuk meraih masa kejayaan tersebut.

10 Juni 2015, A.A.Ngr.A.Wira Bima Wikrama, ST, M.Si.